Widget HTML Atas

kisah kesetiaan anjing kepada majikan


Ini adalah cerita tentang kesetiaan dan pengabdian yang mungkin tak dimiliki semua hewan peliharaan. Kamu mungkin tak akan pernah melihat kesetiaan yang begitu mendalam dari kura-kura atau bunglon peliharaan. Sepertinya hanya anjing yang bisa memperlihatkan rasa kesetiaan yang hebat. Begitu juga aktor dari kisah nyata ini, yang merupakan seekor anjing bernama Hachiko.

Kesetiaan yang dia tunjukkan bahkan sanggup melampaui harapan manusia terhadap hewan peliharaan. Ya, kesetiaan dan rasa sayang Hachiko pada majikannya seakan tak mengenal waktu. Dan itu jadi awal mula penantian panjang yang sanggup menyentuh hati orang-orang yang mendengar kisahnya.

Saat itu adalah tahun 1920-an, ketika Eisaburo Ueno memantapkan hatinya untuk memelihara anak anjing jenis Akita Inu. Sayangnya pada masa itu, jenis anjing lokal Akita Inu cukup sulit didapatkan. Tapi pria yang menjabat sebagai profesor di Universitas Tokyo itu tak putus asa. Ia mencari ke berbagai daerah di Jepang, sebelum akhirnya pada tahun 1924, Ueno menemukan “jodohnya” saat menelusuri Odate. Di sanalah ia mendapatkan seekor anak anjing Akita Inu berumur satu tahun yang sehat. Tapi setelah diperhatikan, kaki anjing itu terlihat agak bengkok seperti angka 8 dalam kanji (hachi). Itulah alasan kenapa sang anjing diberi nama Hachiko.

Pertemuan mereka layaknya cinta pada pandangan pertama. Rasa sayang Ueno dibalas Hachiko dengan rasa hormat dan pengabdian yang tulus.

Seiring berjalannya waktu, Hachiko tumbuh menjadi anjing yang lebih besar dan kuat. Beruntung ia dirawat layaknya anak kandung yang dibesarkan oleh ayahnya sendiri. Ueno tak segan berbagi ruangan dan makanan dengan Hachiko, dan kedua teman sejati itu selalu bersama ke mana pun Ueno pergi.

Saking dekatnya hubungan Hachiko dengan majikannya, Hachiko jadi punya kebiasaan yang unik.

Setiap pagi, Hachiko mengantar Ueno menuju Stasiun Shibuya untuk berangkat kerja. Sementara setiap menjelang malam hari, Hachiko akan kembali lagi ke stasiun untuk menjemput majikannya yang baru pulang kerja. Kebiasaan Hachiko mengantar jemput Ueno berlangsung hampir selama dua tahun berturut-turut.

Hingga suatu hari, Ueno tak pernah kembali lagi setelah berangkat kerja, meski Hachiko menunggunya seperti biasa di stasiun.

Ternyata saat sedang mengajar di Universitas Tokyo, Ueno terkena serangan jantung yang merenggut nyawanya. Setelah itu, istri Ueno yang tak mampu merawat Hachiko seperti yang dilakukan suaminya, terpaksa menyerahkan Hachiko ke orang lain. Beruntung di keluarga barunya, Hachiko dirawat dan diperlakukan sebagaimana mestinya.

Tapi tanpa diduga, setiap hari Hachiko selalu “kabur” ke Stasiun Shibuya, demi mencari wajah Ueno di antara orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar stasiun. Ia selalu kembali ke stasiun dan menunggu selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, di waktu dan tempat yang sama, di mana kereta yang dulu biasa ditumpangi Ueno memasuki stasiun.

Tahun pertama penantian Hachiko adalah masa-masa yang paling berat. Kemunculannya di stasiun setiap hari mulai membuat para pegawai stasiun resah. Mereka mencurigai Hachiko sebagai anjing liar yang bisa mengganggu keselamatan para penumpang kereta. Tak heran jika saat itu para pegawai kerap mengejar anjing malang itu dan menggiringnya ke luar stasiun.

Tapi Hachiko tetap kembali lagi untuk menunggu kepulangan Ueno.

Seorang jurnalis yang kebetulan mantan murid Ueno, akhirnya merasa penasaran dengan anjing yang setiap hari selalu dilihatnya di stasiun. Kemudian suatu hari di tahun 1932, jurnalis itu memutuskan untuk membuntuti Hachiko dari belakang. Ia ingin tahu siapa pemilik Hachiko, dan mengapa anjing itu selalu datang ke Stasiun Shibuya setiap hari selama bertahun-tahun. Akhirnya jurnalis itu tiba di rumah seorang tukang kebun sekaligus majikan baru Hachiko, Kuzaburo Kobayashi.

Kobayashi menceritakan dengan gamblang kisah Hachiko dan Ueno pada jurnalis tersebut. Tak lama kemudian, artikel yang menceritakan kesetiaan Hachiko terhadap majikannya mulai bermunculan di surat kabar bergengsi di Jepang. Sejak saat itu pula Hachiko menjadi anjing yang terkenal karena kisahnya sanggup menginspirasi masyarakat Jepang. Hachiko pun seringkali jadi bahan pembicaraan selebriti.

Orang-orang mulai memanggil Hachiko dengan sebutan Chuken-Hachiko yang artinya Hachiko anjing yang setia. Di tahun 1934, sebuah patung penghormatan bagi Hachiko pun dibangun di depan Stasiun Shibuya. Lucunya, pada saat acara peresmian patung tersebut, Hachiko ikut hadir sebagai bintang tamu.

Setelah penantian yang panjang, akhirnya Hachiko yang sudah tua meninggal di tahun 1935 di Stasiun Shibuya. Bahkan sampai akhir hayatnya, ia masih berharap bisa melihat wajah Eisaburo Ueno yang merupakan sahabat terbaiknya. Selepas kematiannya, Hachiko dikubur tepat di samping makam Ueno yang terletak di Aoyama, Tokyo.

Sosok Hachiko memang sudah menjadi kenangan, tapi ceritanya mampu bertahan dan menyentuh hati orang-orang di seluruh dunia. Tak heran dalam beberapa dekade selanjutnya, banyak penulis dan sutradara yang mengangkat kisah Hachiko ke dalam karya novel maupun film.

Tidak ada komentar untuk " kisah kesetiaan anjing kepada majikan"